Asuhan Keperawatan Vulnus Laseratum

BAB I
KONSEP DASAR MEDIS
A.    DEFINISI
Dari beberapa reverensi yang memuat tentang vulnus laceratum di antara reverensi yang penulis temukan adalah:
1.      Chada (1995) menyatakan “Vulnus (luka) adalah satu keadaan dimana terputusnya kontinuitas jaringan tubuh”. 
2.      Mansjoer (2000) menyatakan “Vulnus Laceratum merupakan luka terbuka yang terdiri dari akibat kekerasan tumpul yang kuat sehingga melampaui elastisitas kulit atau otot”. 
3.      Vulnus Laceratum ( luka robek ) adallah luka yang terjadi akibat kekerasan benda tumpul , robekan jaringan sering diikuti kerusakan alat di dalam seperti patah tulang.
4.      Vulnus laceratum adalah terjadinya gangguan kontinuitas suatu jaringan sehingga terjadi pemisahan jaringan yang semula normal, luka robek terjadi akibat kekerasan yang hebat sehingga memutuskan jaringan.
 B.     ETIOLOGI
Chada 1995 menyatakan  Vulnus Laseratum dapat di sebabkan oleh beberapa hal di antaranya :
1.      Alat yang tumpul.
2.      Jatuh ke benda tajam dan keras.
3.      Kecelakaan lalu lintas dan kereta api.
4.      Kecelakaan akibat kuku dan gigitan
C.    PATOFISIOLOGI
Menurut Price (2006), Vulnus laserrratum terjadi akibat kekerasan benda tumpul, goresan, jatuh, kecelakaan sehingga kontuinitas jaringan terputus. Pada umumnya respon tubuh terhadap trauma akan terjadi proses peradangan atau inflamasi.reaksi peradangan akan terjadi apabila jaringan terputus.dalam keadaan ini ada peluang besar timbulnya infeksi yang sangat hebat. Penyebabnya cepat yang di sebabkan oleh mikroorganisme yang biasanya tidak berbahaya. Reaksi peradangan itu sebenarnya adalah peristiwa yang di koordinasikan dengan baik yang dinamis dan kontinyu untuk menimbulkan reaksi peradangan maka jaringan harus hidup dan harus di mikrosekulasi fungsional. Jika jaringan yang nekrosis luas maka reaksi peradangan tak di temukan di tengah jaringan yang hidup dengan sirkulasi yang utuh terjadi pada tepinya antara jaringan mati dan hidup.
Menurut Buyton & hal (1997)Nyeri timbul karena kulit mengalami luka infeksi sehingga terjadi kerusakan jaringan.sek-sel yang rusak akan membentuk zat kimia sehingga akan menurunkan ambang stimulus terhadap reseptormekano sensitif dan hernosenssitif. Apabila nyeri di atas hal ini dapat mengakibatkan gangguan rasa nyaman nyeri yang berlanjut istirahat atau tidur terganggu dan terjadi ketertiban gerak.
D.    MANIFESTASI KLINIS
Mansjoer (2000) menyatakan “Manifestasi klinis vulnus laceratum adalah:
1.      Luka tidak teratur
2.      Jaringan rusak
3.      Bengkak
4.      Pendarahan
5.      Akar rambut tampak hancur atau tercabut bila kekerasanya di daerah rambut
6.      Tampak lecet atau memer di setiap luka”.
E.     PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.      Pemeriksaan diagnostik yang perlu di lakukan terutama darah lengkap. tujuanya untuk mengetahui tentang infeksi yang terjadi.pemeriksaannya melalui laboratorium.
2.      Sel-sel darah putih leukosit dapat terjadi kecenderungan dengan kehilangan sel pada lesi luka dan respon terhadap proses infeksi.
3.      Hitung darah lengkap.hematokrit mungkin tinggi atau lengkap.
4.      Laju endap darah (LED) menunjukkan karakteristik infeksi.
5.      Gula darah random memberikan petunjuk terhadap penyakit deabetus melitus 
F.     KOMPLIKASI
1.      Kerusakan Arteri: Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
2.      Kompartement Syndrom: Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah.
3.      Infeksi: System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
4.      Shock: Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
G.    PENATALAKSANAAN
Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu evaluasi luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan luka, pembalutan, pemberian antiboitik dan pengangkatan jahitan.
1.       Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan eksplorasi).
2.       Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mensucihan akan kulit. Untuk melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau larutan antiseptik seperti:
a.       Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif).
b.      Halogen dan senyawanya
1)       Yodium, merupakan antiseptik yang sangat kuat, berspektrum luas  dan dalam konsentrasi 2% membunuh spora dalam 2-3 jam
2)       Povidon Yodium (Betadine, septadine dan isodine), merupakan kompleks yodium dengan polyvinylpirrolidone yang tidak merangsang, mudah dicuci karena larut dalam air dan stabil karena tidak menguap.
3)       Yodoform, sudah jarang digunakan. Penggunaan biasanya untuk antiseptik borok.
4)       Klorhesidin (Hibiscrub, savlon, hibitane), merupakan senyawa biguanid dengan sifat bakterisid dan fungisid, tidak berwarna, mudah larut dalam air, tidak merangsang kulit dam mukosa, dan baunya tidak menusuk hidung.
c.       Oksidansia
1)       Kalium permanganat, bersifat bakterisid dan funngisida agak lemah berdasarkan sifat oksidator.
2)       Perhidrol (Peroksida air, H2O2), berkhasiat untuk mengeluarkan kotoran dari dalam luka dan membunuh kuman anaerob.
d.      Logam berat dan garamnya
1)       Merkuri klorida (sublimat), berkhasiat menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur.
2)       Merkurokrom (obat merah)dalam larutan 5-10%. Sifatnya bakteriostatik lemah, mempercepat keringnya luka dengan cara merangsang timbulnya kerak (korts)
e.       Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah (konsentrasi 3%).
f.       Derivat fenol
1)       Trinitrofenol (asam pikrat), kegunaannya sebagai antiseptik wajah dan eksterna sebelum operasi dan luka bakar.
2)       Heksaklorofan (pHisohex), berkhasiat untuk mencuci tangan.
g.      Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol), merupakan turunan aridin dan berupa serbuk berwarna kuning dam konsentrasi 0,1%. Kegunaannya sebagai antiseptik borok bernanah, kompres dan irigasi luka terinfeksi (Mansjoer, 2000:390).
Dalam proses pencucian/pembersihan luka yang perlu diperhatikan adalah pemilihan cairan pencuci dan teknik pencucian luka. Penggunaan cairan pencuci yang tidak tepat akan menghambat pertumbuhan jaringan sehingga memperlama waktu rawat dan biaya perawatan. Pemelihan cairan dalam pencucian luka harus cairan yang efektif dan aman terhadap luka. Selain larutan antiseptik yang telah dijelaskan diatas ada cairan pencuci luka lain yang saat ini sering digunakan yaitu Normal Saline. Normal saline atau disebut juga NaCl 0,9%. Cairan ini merupakan cairan yang bersifat fisiologis, non toksik dan tidak mahal. NaCl dalam setiap liternya mempunyai komposisi natrium klorida 9,0 g dengan osmolaritas 308 mOsm/l setara dengan ion-ion Na+ 154 mEq/l dan Cl- 154 mEq/l (InETNA,2004:16 ; ISO Indonesia,2000:18).
1.      Pembersihan Luka
Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meninangkatkan, memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka; menghindari terjadinya infeksi; membuang jaringan nekrosis dan debris (InETNA, 2004:16).
Beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam pembersihan luka yaitu :
a.        Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang jaringan mati dan benda asing.
b.       Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati.
c.        Berikan antiseptik
d.       Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian anastesi lokal
e.        Bila perlu lakukan penutupan luka (Mansjoer,2000: 398;400)
2.      Penjahitan luka
Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan atau tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh persekundam atau pertertiam.
3.      Penutupan Luka
Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal.
4.      Pembalutan
Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung pada kondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap penguapan, infeksi, mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka dalam proses penyembuhan, sebagai fiksasi dan efek penekanan yang mencegah berkumpulnya rembesan darah yang menyebabkan hematom.
5.      Pemberian Antibiotik
Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.
6.      Pengangkatan Jahitan
Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu pengangkatan jahitan tergantung dari berbagai faktor seperti, lokasi, jWidiyas pengangkatan luka, usia, kesehatan, sikap penderita dan adanya infeksi (Mansjoer,2000:398 ; Walton, 1990:44)..
Tabel 1. Waktu Pengangkatan Jahitan

No

Lokasi

Waktu
1
Kelopak mata
3 hari
2
Pipi
3-5 hari
3
Hidung, dahi, leher
5 hari
4
Telinga,kulit kepala
5-7 hari
5
Lengan, tungkai, tangan,kaki
7-10+ hari
6
Dada, punggung, abdomen
7-10+ hari
H.    PENCEGAHAN
1.      Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mensucihamakan kulit. Untuk melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau larutan antiseptic, misalnya alcohol, halogen, yodium, oksidansia, logam berat dan asam berat.
2.      Pembersihan luka, Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meningkatkan, memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka, menghindari terjadinya infeksi, membuang jaringan nekrosis dan debris (INETNA, 2004).
3.      Pembalutan luka, luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan atau tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh per sekundam atau per tertiam.
4.      Penutupan luka, Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal.
5.      Pemberian antibiotic, prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotic.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A.    PENGKAJIAN
Asuhan keperawatan merupakan aspek legal bagi seorang perawat dalam melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan kepada klien, memberikan informasi secara benar dengan memperhatikan aspek legal etik yang berlaku.
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh. Pengkajian pasien menurut Marilynn E. Doenges, (1999) meliputi:
1.      Aktifitas atau istirahat
Gejala : merasa lemah, lelah.
Tanda : perubahan kesadaran, penurunan kekuatan tahanan keterbatasaan rentang gerak, perubahan aktifitas.
2.      Sirkulasi
Gejala : perubahan tekanan darah atau normal.
Tanda : perubahan frekwensi jantung takikardi atau bradikardi.
3.      Integritas ego
Gejala : perubahan tingkah laku dan kepribadian.
Tanda : ketakutan, cemas, gelisah.
4.      Eliminasi
Gejala : konstipasi, retensi urin.
Tanda : belum buang air besar selama 2 hari.
5.      Neurosensori
Gejala : vertigo, tinitus, baal pada ekstremitas, kesemutan, nyeri.
Tanda : sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, pusing, nyeri pada daerah cidera , kemerah-merahan.
6.      Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri pada daerah luka bila di sentuh atau di tekan.
Tanda : wajah meringis, respon menarik pada rangsang nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa tidur.
7.      Kulit
Gejala : nyeri, panas.
Tanda : pada luka warna kemerahan , bau, edema.
B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994).
1.      Nyeri berhubungan dengan diskontuinitas jaringan.
2.      Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri.
3.      Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot.
4.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan  kerusakan jaringan.
5.      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tubuh yang tidak adekuat.
C.    INTERVENSI
1.      Nyeri berhubungan dengan diskontuinitas jaringan.
Diagnose keperawatan/ masalah kolaborasi
Rencaana keperawatan
Tujuan dan kriteria hasil
intervensi
Nyeri Akut 

Definisi :
Sensori yang tidak menyenangkan dan  pengalaman emosional yang muncul secara aktual  atau potensial kerusakan jaringan atau  menggambarkan adanya kerusakan (Asosiasi Studi  Nyeri Internasional): serangan mendadak atau pelan intensitasnya dari ringan sampai berat yang  dapat diantisipasi dengan akhir yang dapat  diprediksi dan dengan durasi kurang dari 6 bulan. 

Batasan karakteristik :
·         Laporan secara verbal atau non verbal
·         Fakta dari observasi 
·         Posisi antalgic untuk menghindari nyeri
·         Gerakan melindungi 
·         Tingkah laku berhati-hati 
·         Muka topeng
·         Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek,  sulit atau gerakan kacau, menyeringai) 
·         Terfokus pada diri sendiri 
·          Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu,  kerusakan proses berpikir, penurunan  interaksi dengan orang dan lingkungan)
·         Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan,  menemui orang lain dan/atau aktivitas,  aktivitas berulang-ulang)
·         Respon autonom (seperti diaphoresis,  perubahan tekanan darah, perubahan nafas,  nadi dan dilatasi pupil) 
·         Perubahan autonomic dalam tonus otot  (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku) 
·          Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah,  merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas  panjang/berkeluh kesah) 
·         Perubahan dalam nafsu makan dan minum 

Faktor yang berhubungan :  Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis)
NOC
·         Pain Level,
·         Pain control
·         Comfort level 

Kriteria Hasil :
1.      Mampu  mengontrol  nyeri  (tahu  penyebab  nyeri,  mampu  menggunakan tehnik  nonfarmakologi  untuk  mengurangi  nyeri,  mencari  bantuan)
2.      Melaporkan bahwa nyeri berkurang  dengan  menggunakan  manajemen  nyeri 
3.      Mampu  mengenali  nyeri  (skala,  intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) 
4.      Menyatakan rasa nyaman setelah  nyeri berkurang 
5.      Tanda vital dalam rentang normal
NIC :
Pain Management 
1.      Lakukan pengkajian  nyeri secara  komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi 
2.      Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan 
3.      Gunakan teknik  komunikasi terapeutik  untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien 
4.      Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
5.      Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
6.      Evaluasi  bersama  pasien  dan  tim  kesehatan  lain  tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau 
7.      Bantu pasien dan  keluarga  untuk mencari dan menemukan dukungan 
8.      Kontrol lingkungan  yang  dapat mempengaruhi nyeri  seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
9.      Kurangi faktor presipitasi nyeri
10.  Pilih dan lakukan  penanganan nyeri  (farmakologi, non  farmakologi dan inter personal)
11.  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi 
12.  Ajarkan tentang teknik non farmakologi
13.  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri 
14.  Evaluasi keefektifan kontrol nyeri 
15.  Tingkatkan istirahat 
16.  Kolaborasikan  dengan  dokter  jika  ada  keluhan  dan  tindakan nyeri tidak berhasil
17.  Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Analgesic Administration
1.      Tentukan  lokasi, karakteristik,  kualitas,  dan  derajat  nyeri sebelum pemberian obat 
2.      Cek instruksi  dokter  tentang jenis obat,  dosis, dan  frekuensi 
3.      Cek riwayat alergi 
4.      Pilih analgesik yang  diperlukan  atau kombinasi  dari  analgesik ketika pemberian lebih dari satu 
5.      Tentukan  pilihan  analgesik  tergantung  tipe  dan  beratnya nyeri
6.      Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis  optimal
7.        Pilih rute  pemberian  secara  IV,  IM  untuk pengobatan  nyeri secara teratur 
8.      Monitor  vital sign  sebelum  dan  sesudah  pemberian  analgesik pertama kali 
9.       Berikan  analgesik tepat  waktu  terutama  saat  nyeri  hebat
10.  Evaluasi  efektivitas analgesik,  tanda  dan  gejala (efek  samping)
2.      Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri.
Diagnose keperawatan/ masalah kolaborasi
Rencaana keperawatan
Tujuan dan kriteria hasil
intervensi
Gangguan pola tidur berhubungan dengan:
·         Psikologis : usia tua, kecemasan, agen biokimia, suhu tubuh, pola aktivitas, depresi, kelelahan, takut, kesendirian.
·         Lingkungan : kelembaban, kurangnya privacy/kontrol tidur, pencahayaan, medikasi (depresan, stimulan),kebisingan.
Fisiologis : Demam, mual, posisi, urgensi urin.
 DS:
·         Bangun lebih awal/lebih lambat
·         Secara verbal menyatakan tidak fresh sesudah tidur
DO :
·         Penurunan kemempuan fungsi
·         Penurunan proporsi tidur REM
·         Penurunan proporsi pada tahap 3 dan 4 tidur.
·         Peningkatan proporsi pada tahap 1 tidur
·         Jumlah tidur kurang dari normal sesuai usia
NOC:
-        Anxiety Control
-        Comfort Level
-        Pain Level
-        Rest : Extent and Pattern
-        Sleep : Extent ang Pattern
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. gangguan pola tidur pasien teratasi dengan kriteria hasil:
v Jumlah jam tidur dalam batas normal
v Pola tidur,kualitas dalam batas normal
v Perasaan fresh sesudah tidur/istirahat
v Mampu mengidentifikasi hal-hal yang meningkatkan tidur

NIC :
Sleep Enhancement
1.      Determinasi efek-efek medikasi terhadap pola tidur
2.      Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat
3.      Fasilitasi untuk mempertahankan aktivitas sebelum tidur (membaca)
4.      Ciptakan lingkungan yang nyaman
5.      Kolaburasi pemberian obat tidur

3.      Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot.
Diagnose keperawatan/ masalah kolaborasi
Rencaana keperawatan
Tujuan dan kriteria hasil
intervensi
Gangguan mobilitas fisik

Definisi :  Keterbatasan dalam kebebasan untuk pergerakan  fisik tertentu pada bagian tubuh atau satu atau lebih  ekstremitas 

Batasan karakteristik :
1.      Postur tubuh yang tidak stabil selama  melakukan kegiatan rutin harian
2.      Keterbatasan kemampuan untuk melakukan  keterampilan motorik kasar 
3.      Keterbatasan kemampuan untuk melakukan  keterampilan motorik halus
4.      Tidak ada koordinasi atau pergerakan yang  tersentak-sentak
5.      Keterbatasan ROM
6.      Kesulitan berbalik (belok)
7.      Perubahan gaya berjalan (Misal :  penurunan kecepatan berjalan, kesulitan  memulai jalan, langkah sempit, kaki diseret,  goyangan yang berlebihan pada posisi  lateral) 
8.      Penurunan waktu reaksi 
9.      Bergerak menyebabkan nafas menjadi  pendek 
10.  Usaha yang kuat untuk perubahan gerak  (peningkatan perhatian untuk aktivitas lain,  mengontrol perilaku, fokus dalam anggapan  ketidakmampuan aktivitas)
11.  Pergerakan yang lambat 
12.   Bergerak menyebabkan tremor 

Faktor yang berhubungan :
·         Pengobatan 
·          Terapi pembatasan gerak
·         Kurang pengetahuan tentang kegunaan  pergerakan fisik
·         Indeks massa tubuh diatas 75 tahun  percentil sesuai dengan usia
·         Kerusakan persepsi sensori 
·         Tidak nyaman, nyeri
·           Kerusakan muskuloskeletal dan  neuromuskuler
·           Intoleransi aktivitas/penurunan kekuatan  dan stamina 
·          Depresi mood atau cemas 
·          Kerusakan kognitif
·         Penurunan kekuatan otot, kontrol dan atau  masa 
·         Keengganan untuk memulai gerak
·         Gaya hidup yang menetap, tidak digunakan,  deconditioning
·         Malnutrisi selektif atau umum
NOC :
1.      Joint Movement : Active
2.      Mobility Level
3.      Self care : ADLs 
4.      Transfer performance 

Kriteria Hasil :
1.      Klien meningkat dalam aktivitas  fisik 
2.       Mengerti tujuan dari peningkatan  mobilitas
3.      Memverbalisasikan perasaan  dalam meningkatkan kekuatan dan  kemampuan berpindah
4.      Memperagakan penggunaan alat  Bantu untuk mobilisasi (walker)
NIC : 
Exercise therapy : ambulation
1.      Monitoring  vital sign  sebelm/sesudah  latihan  dan  lihat  respon pasien saat latihan 
2.        Konsultasikan  dengan  terapi  fisik tentang  rencana  ambulasi sesuai dengan kebutuhan
3.        Bantu  klien  untuk menggunakan  tongkat saat  berjalan  dan cegah terhadap cedera 
4.      Ajarkan  pasien  atau  tenaga kesehatan lain tentang  teknik ambulasi 
5.       Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
6.      Latih  pasien  dalam  pemenuhan  kebutuhan  ADLs  secara mandiri sesuai kemampuan 
7.        Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu  penuhi kebutuhan ADLs ps. 
8.        Berikan alat Bantu jika klien memerlukan. 
9.        Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan  bantuan jika diperlukan
4.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan  kerusakan jaringan.
Diagnose keperawatan/ masalah kolaborasi
Rencaana keperawatan
Tujuan dan kriteria hasil
intervensi
Kerusakan    kulit

Definisi : Perubahan pada epidermis dan dermis 

Batasan karakteristik :
-          Gangguan pada bagian tubuh
-          Kerusakan lapisa kulit (dermis) 
-          Gangguan permukaan kulit (epidermis) 
-          Faktor yang berhubungan : 
Eksternal :
1.      Hipertermia atau hipotermia 
2.      Substansi kimia
3.      Kelembaban udara 
4.       Faktor mekanik (misalnya : alat yang dapat  menimbulkan luka, tekanan, restraint) 
5.      Immobilitas fisik 
6.      Radiasi 
7.       Usia yang ekstrim 
8.       Kelembaban kulit
9.      Obat-obatan
internal :
1.        Perubahan status metabolik 
2.      Tulang menonjol 
3.      Defisit imunologi
4.      Faktor yang berhubungan dengan  perkembangan
5.      Perubahan sensasi
6.      Perubahan status nutrisi (obesitas, kekurusan)
7.      Perubahan status cairan 
8.      Perubahan pigmentasi
9.      Perubahan sirkulasi
10.  Perubahan turgor (elastisitas kulit)
NOC  : 
Tissue Integrity  :  Skin  and Mucous  Membranes 

Kriteria Hasil :
1.      Integritas  kulit  yang  baik  bisa  dipertahankan (sensasi, elastisitas,  temperatur, hidrasi, pigmentasi)
2.      Tidak ada luka/lesi pada kulit
3.      Perfusi jaringan baik
4.      Menunjukkan pemahaman dalam  proses  perbaikan  kulit  dan  mencegah  terjadinya  sedera  berulang
5.      Mampu  melindungi  kulit  dan  mempertahankan kelembaban kulit  dan perawatan alami
NIC  :
Pressure Management
1.        Anjurkan pasien  untuk menggunakan  pakaian  yang  longgar 
2.       Hindari kerutan padaa tempat tidur 
3.       Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
4.      Mobilisasi  pasien  (ubah  posisi  pasien)  setiap  dua  jam  sekali 
5.       Monitor kulit akan adanya kemerahan 
6.      Oleskan  lotion  atau  minyak/baby oil  pada  derah  yang  tertekan 
7.      Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien 
8.      Monitor status nutrisi pasien
9.      Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
5.      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tubuh yang tidak adekuat.
Diagnose keperawatan/ masalah kolaborasi
Rencaana keperawatan
Tujuan dan kriteria hasil
intervensi
Resiko Infeksi

Definisi :
Peningkatan resiko masuknya organisme  patogen 

Faktor-faktor resiko : 
·         Prosedur Infasif 
·         pengetahuan untuk  menghindari paparan patogen 
·         Trauma 
·         Kerusakan jaringan dan peningkatan paparan  lingkungan
·         Ruptur membran amnion
·         Agen farmasi (imunosupresan) 
·         Malnutrisi
·         Peningkatan paparan lingkungan pathogen
·         Imonusupresi
·         Ketidakadekuatan imum buatan
·         Tidak adekuat pertahanan sekunder  (penurunan Hb, Leukopenia, penekanan  respon inflamasi)
·         Tidak adekuat pertahanan tubuh primer (kulit  tidak utuh, trauma jaringan, penurunan kerja  silia, cairan tubuh statis, perubahan sekresi  pH, perubahan peristaltic)
·         Penyakit kronik
NOC : 
·         Immune Status
·         Knowledge : Infection control 
·         Risk control 

Kriteria Hasil : 
2.      Klien bebas  dari tanda dan gejala  infeksi
3.      Menunjukkan  kemampuan  untuk  mencegah timbulnya infeksi
4.      Jumlah leukosit dalam batas normal
5.      Menunjukkan perilaku hidup sehat 
NIC : 
Infection Control (Kontrol infeksi) 
1.      Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain 
2.      Pertahankan teknik isolasi 
3.      Batasi pengunjung bila perlu
4.      Instruksikan  pada  pengunjung  untuk mencuci  tangan  saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan  pasien 
5.      Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
6.      Cuci  tangan  setiap  sebelum dan  sesudah  tindakan  keperawatan
7.      baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
8.      Pertahankan  lingkungan  aseptik selama  pemasangan  alat 
9.      Ganti letak IV perifer  dan  line  central  dan  dressing  sesuai dengan petunjuk umum
10.  Gunakan  kateter  intermiten  untuk menurunkan  infeksi  kandung kencing
11.  Tingkatkan intake nutrisi 
12.  Berikan terapi antibiotik bila perlu 

Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
1.      Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal 
2.      Monitor hitung granulosit, WBC
3.      Monitor kerentanan terhadap infeksi
4.      Batasi pengunjung
5.      Saring pengunjung terhadap penyakit menular 
6.      Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko 
7.      Pertahankan teknik isolasi k/p
8.      Berikan perawatan kuliat pada area epidema
9.      Inspeksi  kulit  dan  membran  mukosa  terhadap  kemerahan, panas, drainase 
10.   Ispeksi kondisi luka / insisi bedah 
11.  Dorong masukkan nutrisi yang cukup
12.  Dorong masukan cairan
13.  Dorong istirahat
14.  Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep 
15.  Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi 
16.  Ajarkan cara menghindari infeksi
17.  Laporkan kecurigaan infeksi
18.  Laporkan kultur positif


PENYIMPANGAN KDM


 

DAFTAR PUSTAKA

Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.
Sjamsuhidayat. 1997, Buku Ajar Bedah, EC, Jakarta.
Doenges. 2000, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan Pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3, EGC, Jakarta.
CarpWidiyato, 1998 Buku saku: Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis, Edisi 6, EGC ; Jakarta.
Mansjoer,Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1.UI : Media



Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Asuhan Keperawatan Berat Badan Lahir Amat Sangat Rendah (BBLASR)

Servis kipas angin makassar